
Flash back 2009.
Last minute tutup buku capres-cawapres. Bergulir ke beberapa waktu sebelumnya. Prabowo mengumpulkan pimpinan partai menengah di Pondok Indah, kediaman Hasyim. Gagal total. Dukungan yang diharapkan agar Prabowo nyapres tidak didapat. Prabowo murka, sampai harus dielus-elus sama Hasyim.
PDIP dengan cap merah, 2009, sampai last minute, nggak dapat teman. Partai lain, biru-hijau terlalu kontras ketemu cap merah. Rasa senasib dengan Gerindra, mempertemukan keduanya, sama-sama jomblo dan terbentuklah Mega-Prabowo, meski dengan lobi yang alot. Prabowo tetap mau RI1. Akhirnya keluarlah Batutulis itu, dimana gantian 2014, Prabowo yang di RI1, kali ini untuk PDIP sebagai RI1. Tapi Mega-Prabowo tidak sukses, demikian juga nasib Batutulis kabur.
Kini, 2014.
Gerindra 11%,
PDIP 19%.
Golkar 14%
Ane kembali mengingatkan, resistensi Prabowo masih sangat tinggi. Resistensi dari kalangan partai/sipil tentu ngeri dengan pola dominasi dan otoriter ala Prabowo. Dengan pola seperti itu, orang sipil terasa sangat kontras berteman dengan Prabowo. Disamping platform Gerindra sebenarnya tidak jelas-jelas membumi. Berbeda dengan PDIP yang cap merah, cenderung kiri, sosialis, abangan, wong cilik. Sementara PKB, PAN, PPP, PKS, meski tidak secara jelas, tapi selalu ber-cap partai islam. Golkar cap-partai orba, mapan, birokrat. Jadi sebenarnya kawan seperjuangan dari Gerindra hanyalah PDIP, dan mungkin Nasdem atau Demokrat, secara platform. Tapi secara personal, hubungan terhadap Nasdem apalagi Demokrat tidaklah mulus. Belum resistensi dari kalangan eks militer di pengurus partai lain.
PDIP sebagai partai bercap merah, akan menjadi kendala untuk melobi partai islam. Hubungan dengan Demokrat (Mega-SBY) masih belum ketemu. Tipis kemungkinan berkoalisi. Dengan Gerindra, setelah isu boneka, batutulis, dan mengingat Mega orangnya sensitif, amat tipis bersatu kembali. PDIP mungkin segera akan mendekati Nasdem, sebelum keduluan Gereindra.
Golkar... yaaa... Golkar. Tidak diragukan lagi, pengurus partainya brilian. Mereka adalah birokrat sejak lahir. Bahkan meski tidak cocok dengan ARB sebagai ketua umum. seorang Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla tidak ngambek, keluar partai. Tapi ada kendala, resistensi ARB. Meski orang sipil, semua tahu ARB teramat otoriter. Secara platform, Golkar bisa berkoalisi dengan partai manapun. Partai terdekat tentu saja PKS. Dan daripada bergabung dengan PDIP yang abangan dan Gerindra yang military, mendingan partai tengah lebih nyaman bergabung dengan Golkar.
Alternatif ketiga, Demokrat dan partai islam seperti koalisi incumben sekarang akan bersatu lagi, minus PKS mungkin untuk membentuk koalisi tersendiri. Ini yang seru, Mau tidak mau, Golkar, PDIP, atau Gerindra akan saling berebut mencari partner. Dan bila saja Golkar mengganti ARB (mungkin untuk RI2), makin seru lagi ini peta koalisi.
Mari kita tunggu.... mungkin dua-tiga minggu setelah ini.
Sudah ada tanda-tanda. PDIP ketemu Nasdem.
Last minute tutup buku capres-cawapres. Bergulir ke beberapa waktu sebelumnya. Prabowo mengumpulkan pimpinan partai menengah di Pondok Indah, kediaman Hasyim. Gagal total. Dukungan yang diharapkan agar Prabowo nyapres tidak didapat. Prabowo murka, sampai harus dielus-elus sama Hasyim.
PDIP dengan cap merah, 2009, sampai last minute, nggak dapat teman. Partai lain, biru-hijau terlalu kontras ketemu cap merah. Rasa senasib dengan Gerindra, mempertemukan keduanya, sama-sama jomblo dan terbentuklah Mega-Prabowo, meski dengan lobi yang alot. Prabowo tetap mau RI1. Akhirnya keluarlah Batutulis itu, dimana gantian 2014, Prabowo yang di RI1, kali ini untuk PDIP sebagai RI1. Tapi Mega-Prabowo tidak sukses, demikian juga nasib Batutulis kabur.
Kini, 2014.
Gerindra 11%,
PDIP 19%.
Golkar 14%
Ane kembali mengingatkan, resistensi Prabowo masih sangat tinggi. Resistensi dari kalangan partai/sipil tentu ngeri dengan pola dominasi dan otoriter ala Prabowo. Dengan pola seperti itu, orang sipil terasa sangat kontras berteman dengan Prabowo. Disamping platform Gerindra sebenarnya tidak jelas-jelas membumi. Berbeda dengan PDIP yang cap merah, cenderung kiri, sosialis, abangan, wong cilik. Sementara PKB, PAN, PPP, PKS, meski tidak secara jelas, tapi selalu ber-cap partai islam. Golkar cap-partai orba, mapan, birokrat. Jadi sebenarnya kawan seperjuangan dari Gerindra hanyalah PDIP, dan mungkin Nasdem atau Demokrat, secara platform. Tapi secara personal, hubungan terhadap Nasdem apalagi Demokrat tidaklah mulus. Belum resistensi dari kalangan eks militer di pengurus partai lain.
PDIP sebagai partai bercap merah, akan menjadi kendala untuk melobi partai islam. Hubungan dengan Demokrat (Mega-SBY) masih belum ketemu. Tipis kemungkinan berkoalisi. Dengan Gerindra, setelah isu boneka, batutulis, dan mengingat Mega orangnya sensitif, amat tipis bersatu kembali. PDIP mungkin segera akan mendekati Nasdem, sebelum keduluan Gereindra.
Golkar... yaaa... Golkar. Tidak diragukan lagi, pengurus partainya brilian. Mereka adalah birokrat sejak lahir. Bahkan meski tidak cocok dengan ARB sebagai ketua umum. seorang Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla tidak ngambek, keluar partai. Tapi ada kendala, resistensi ARB. Meski orang sipil, semua tahu ARB teramat otoriter. Secara platform, Golkar bisa berkoalisi dengan partai manapun. Partai terdekat tentu saja PKS. Dan daripada bergabung dengan PDIP yang abangan dan Gerindra yang military, mendingan partai tengah lebih nyaman bergabung dengan Golkar.
Alternatif ketiga, Demokrat dan partai islam seperti koalisi incumben sekarang akan bersatu lagi, minus PKS mungkin untuk membentuk koalisi tersendiri. Ini yang seru, Mau tidak mau, Golkar, PDIP, atau Gerindra akan saling berebut mencari partner. Dan bila saja Golkar mengganti ARB (mungkin untuk RI2), makin seru lagi ini peta koalisi.

Mari kita tunggu.... mungkin dua-tiga minggu setelah ini.
Sudah ada tanda-tanda. PDIP ketemu Nasdem.

0 komentar:
Posting Komentar